GEOLOGI GUNUNG UNGARAN
1. Fisiografi
Regional
Pulau
Jawa secara fisiografi dan struktural, dibagi atas empat bagian utama
(Bemmelen, 1970) yaitu: – Sebelah barat Cirebon (Jawa Barat) – Jawa Tengah
(antara Cirebon dan Semarang) – Jawa Timur (antara Semarang dan Surabaya) –
Cabang sebelah timur Pulau Jawa, meliputi Selat Madura dan Pulau Madura Jawa
Tengah merupakan bagian yang sempit di antara bagian yang lain dari Pulau Jawa,
lebarnya pada arah utara-selatan sekitar 100 – 120 km. Daerah Jawa Tengah
tersebut terbentuk oleh dua pegunungan yaitu Pegunungan Serayu Utara yang
berbatasan dengan jalur Pegunungan Bogor di sebelah barat dan Pegunungan
Kendeng di sebelah timur serta Pegunungan Serayu Selatan yang merupakan terusan
dari Depresi Bandung di Jawa Barat.
Pegunungan
Serayu Utara memiliki luas 30-50 km, pada bagian barat dibatasi oleh Gunung
Slamet dan di bagian timur ditutupi oleh endapan gunung api muda dari Gunung
Rogojembangan, Gunung Prahu dan Gunung Ungaran.
Gunung
Ungaran merupakan gunung api kuarter yang menjadi bagian paling timur dari
Pegunungan Serayu Utara. Daerah Gunung Ungaran ini di sebelah utara berbatasan
dengan dataran aluvial Jawa bagian utara, di bagian selatan merupakan jalur
gunung api Kuarter (Sindoro, Sumbing, Telomoyo, Merbabu), sedangkan pada bagian
timur berbatasan dengan Pegunungan Kendeng (Gambar 2.1). Bagian utara Pulau
Jawa ini merupakan geosinklin yang memanjang dari barat ke timur (Bemmelen,
1970).
Gambar-1. Sketsa fisiografi Pulau Jawa bagian tengah (Bemmelen,1943 vide Bemmelen, 1970, dengan modifikasi)
2. Stratigrafi Regional
Secara
lebih rinci, fisiografi Pegunungan Serayu Utara dibagi menjadi tiga bagian
yaitu bagian barat (Bumiayu), bagian tengah (Karangkobar) dan bagian timur
(Ungaran). Dalam Bemmelen (1970) diuraikan bahwa stratigrafi regional
Pegunungan Serayu Utara bagian timur (Gunung Ungaran dan sekitarnya) dari yang
tertua adalah sebagai berikut:
a.
Lutut Beds Endapan ini
berupa konglomerat dan batugamping dengan fosil berupa Spiroclypeus, Eulipidina,
Miogypsina dengan penyebaran yang sempit. Endapan ini menutupi endapan Eosen
yang ada di bawahnya.endapan ini berumur Oligo-Miosen.
b.
Merawu Beds Endapan
ini merupakan endapan flysch yang berupa perselangselingan lempung serpihan,
batupasir kuarsa dan batupasir tufaan dengan fosil Lepidocyclina dan
Cycloclypeus. Endapan ini berumur Miosen Bawah.
c.
Panjatan Beds Endapan
ini berupa lempung serpihan yang relatif tebal dengan kandungan fosil
Trypliolepidina rutteni, Nephrolepidina ferreroi PROV., N. Angulosa Prov.,
Cycloclypeus sp., Radiocyclocypeus TAN., Miogypsina thecideae formis RUTTEN.
Fosil yang ada menunjukkan Miosen Tengah.
d.
Banyak Beds Endapan
ini berupa batupasir tufaan yang diendapkan pada Miosen Atas.
e.
Cipluk Beds Endapan
ini berada di atas Banyak Beds yang berupa napal yang berumur Miosen Atas.
f.
Kapung Limestone
Batugamping tersebut diendapkan pada Pliosen Bawah dengan dijumpainya fosil
Trybliolepidina dan Clavilithes sp. Namun fosil ini kelimpahannya sangat
sedikit.
g.
Kalibluk Beds Endapan
ini berupa lempung serpihan dan batupasir yang mengandung moluska yang
mencirikan fauna cheribonian yang berumur Pliosen Tengah.
h.
Damar Series Endapan
ini merupakan endapan yang terbentuk pada lingkungan transisi. Endapan yang ada
berupa tuffaceous marls dan batupasir tufaan yang mengandung fosil gigi
Rhinocerous, yang mencirikan Pleistosen awal-Tengah.
i.
Notopuro Breccias
Endapan ini berupa breksi vulkanik yang menutupi secara tidak selaras di atas
endapan Damar Series. Endapan ini terbentuk pada Pleistosen Atas.
j.
Alluvial dan endapan
Ungaran Muda Endapan ini merupakan endapan alluvial yang dihasilkan oleh proses
erosi yang terus berlangsung sampai saat ini (Holosen). Selain itu juga
dijumpai endapan breksi andesit yang merupakan produk dari Gunung Ungaran Muda.
Menurut Budiardjo et. al. (1997), stratigrafi daerah Ungaran dari yang tua ke
yang muda adalah sebagai berikut:
1.
Batugamping volkanik.
2.
Breksi volkanik III.
3.
Batupasir volkanik.
4.
Batulempung volkanik.
5.
Lava andesitic.
6.
Andesit porfiritik.
7.
Breksi volkanik II.
8.
Breksi volkanik I.
9.
Andesit porfiritik.
10.
Lava andesit.
11.
Aluvium
Gambar-2. Peta geologi regional daerah Ungaran (Budiardjo, et. al., 1997)
3. Tatanan Tektonik
3.1. Tektonik Regional
Perkembangan
tektonik pulau Jawa dapat dipelajari dari pola-pola struktur geologi dari waktu
ke waktu. Struktur geologi yang ada di pulau Jawa memiliki pola-pola yang
teratur. Secara geologi pulau Jawa merupakan suatu komplek sejarah penurunan
basin, pensesaran, perlipatan dan vulkanisme di bawah pengaruh stress regime
yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Secara umum, ada tiga arah pola umum
struktur yaitu arah Timur Laut –Barat Daya (NE-SW) yang disebut pola Meratus,
arah Utara – Selatan (N-S) atau pola Sunda dan arah Timur – Barat (E-W).
Perubahan jalur penunjaman berumur kapur yang berarah Timur Laut – Barat Daya
(NE-SW) menjadi relatif Timur – Barat (E-W) sejak kala Oligosen sampai sekarang
telah menghasilkan tatanan geologi Tersier di Pulau Jawa yang sangat rumit
disamping mengundang pertanyaan bagaimanakah mekanisme perubahan tersebut.
Kerumitan tersebut dapat terlihat pada unsur struktur Pulau Jawa dan daerah
sekitarnya.
Pola
Meratus di bagian barat terekspresikan pada Sesar Cimandiri, di bagian tengah
terekspresikan dari pola penyebarab singkapan batuan pra-Tersier di daerah
Karang Sambung. Sedangkan di bagian timur ditunjukkan oleh sesar pembatas
Cekungan Pati, “Florence” timur, “Central Deep”. Cekungan Tuban dan juga
tercermin dari pola konfigurasi Tinggian Karimun Jawa, Tinggian Bawean dan
Tinggian Masalembo. Pola Meratus tampak lebih dominan terekspresikan di bagian
timur.
Pola
Sunda berarah Utara-Selatan, di bagian barat tampak lebih dominan sementara
perkembangan ke arah timur tidak terekspresikan. Ekspresi yang mencerminkan
pola ini adalah pola sesar-sesar pembatas Cekungan Asri, Cekungan Sunda dan
Cekungan Arjuna. Pola Sunda pada Umumnya berupa struktur regangan.
Pola
Jawa di bagian barat pola ini diwakili oleh sesar-sesar naik seperti sesar
Beribis dan sear-sear dalam Cekungan Bogor. Di bagian tengah tampak pola dari
sesar-sesar yang terdapat pada zona Serayu Utara dan Serayu Selatan. Di bagian
Timur ditunjukkan oleh arah Sesar Pegunungan Kendeng yang berupa sesar naik. Dari
data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa pola Meratus merupakan pola yang
paling tua. Sesar-sesar yang termasuk dalam pola ini berumur Kapur sampai
Paleosen dan tersebar dalam jalur Tinggian Karimun Jawa menerus melalui Karang
Sambung hingga di daerah Cimandiri Jawa Barat. Sesar ini teraktifkan kembali
oleh aktivitas tektonik yang lebih muda. Pola Sunda lebih muda dari pola
Meratus. Data seismik menunjukkan Pola Sunda telah mengaktifkan kembali
sesar-sesar yang berpola Meratus pada Eosen Akhir hingga Oligosen Akhir.
Pola
Jawa menunjukkan pola termuda dan mengaktifkan kembali seluruh pola yang telah
ada sebelumnya (Pulunggono, 1994). Data seismik menunjukkan bahwa pola sesar
naik dengan arah barat-timur masih aktif hingga sekarang. Fakta lain yang harus
dipahami ialah bahwa akibat dari pola struktur dan persebaran tersebut
dihasilkan cekungan-cekungan dengan pola yang tertentu pula. Penampang
stratigrafi yang diberikan oleh Kusumadinata, 1975 dalam Pulunggono, 1994
menunjukkan bahwa ada dua kelompok cekungan yaitu Cekungan Jawa Utara bagian
barat dan Cekungan Jawa Utara bagian timur yang terpisahkan oleh tinggian
Karimun Jawa.
Kelompok
cekungan Jawa Utara bagian barat mempunyai bentuk geometri memanjang relatif
utara-selatan dengan batas cekungan berupa sesar-sesar dengan arah utara
selatan dan timur-barat. Sedangkan cekungan yang terdapat di kelompok cekungan
Jawa Utara Bagian Timur umumnya mempunyai geometri memanjang timur-barat dengan
peran struktur yang berarah timur-barat lebih dominan.
Pada
Akhir Cretasius terbentuk zona penunjaman yang terbentuk di daerah
Karangsambung menerus hingga Pegunungan Meratus di Kalimantan. Zona ini
membentuk struktur kerangka struktur geologi yang berarah timurlaut-baratdaya.
Kemudian selama tersier pola ini bergeser sehingga zona penunjaman ini berada
di sebelah selatan Pulau Jawa. Pada pola ini struktur yang terbentuk berarah
timur-barat.
Tumbukkan
antara lempeng Asia dengan lempeng Australia menghasilkan gaya utama kompresi
utara-selatan. Gaya ini membentuk pola sesar geser (oblique wrench fault)
dengan arah baratlaut-tenggara, yang kurang lebih searah dengan pola pegunungan
akhir Cretasisus.
Pada
periode Pliosen-Pleistosen arah tegasan utama masih sama, utara-selatan.
Aktifitas tektonik periode ini menghasillkan pola struktur naik dan lipatan
dengan arah timur-barat yang dapat dikenali di Zona Kendeng.
3.2. Volkanisme
Posisi
pulau Jawa dalam kerangka tektonik terletak pada batas aktif (zona penunjaman)
sementara berdasarkan konfigurasi penunjamannya terletak pada jarak kedalaman
100 km di selatan hingga 400 km di utara zona Benioff. Konfigurasi memberikan
empat pola busur atau jalur magmatisme, yang terbentuk sebagai
formasi-formasibatuan beku dan volkanik. Empat jalur magmatisme tersebut
menurut Soeria Atmadja dkk., 1991 adalah :
1.
Jalur volkanisme Eosen
hingga Miosen Tengah, terwujud sebagai Zona Pegunungan Selatan.
2.
Jalur volkanisme
Miosen Atas hingga Pliosen. Terletak di sebelah utara jalur Pegnungan Selatan.
Berupa intrusi lava dan batuan beku.
3.
Jalur volkanisme
Kuarter Busur Samudera yang terdiri dari sederetan gunungapi aktif.
4.
Jalur volkanisme
Kuarter Busur Belakang, jalur ini ditempati oleh sejumlah gunungapi yang
berumur Kuarter yang terletak di belakang busur volkanik aktif sekarang.
3.2.1.
Magmatisme Pra Tersier
Batuan
Pra-Tersier di pulau Jawa hanya tersingkap di Ciletuh, Karang Sambung dan
Bayat. Dari ketiga tempat tersebut, batuan yang dapat dijumpai umumnya batuan
beku dan batuan metamorf. Sementara itu, batuan yang menunjukkan aktifitas
magmatisme terdiri atas batuan asal kerak samudra seperti, peridotite, gabbro,
diabase, basalt toleit. Batuan-batuan ini sebagian telah menjadi batuan
metamorf.
3.2.2.
Magmatisme Eosen
Data-data
yang menunjukkan adanya aktifitas magmatisme pada Eosen ialah adanya Formasi
Jatibarang di bagian utara Jawa Barat, dike basaltik yang memotong Formasi
Karang Sambung di daerah Kebumen Utara, batuan berumur Eosen di Bayat dan lava
bantal basaltik di sungai Grindulu Pacitan. Formasi Jatibarang merupakan batuan
volkanik yang dapat dijumpai di setiap sumur pemboran. Ketebalan Formasi
Jatibarang kurang lebih 1200 meter. Sementara di daerah Jawa Tengah dapat
ditemui di Gunung Bujil yang berupa dike basaltik yang memotong Formasi Karang
Sambung, di Bayat dapat ditemui di kompleks Perbukitan Jiwo berupa dike
basaltik dan stok gabroik yang memotong sekis kristalin dan Formasi
Gamping-Wungkal.
3.2.3.
Magmatisme Oligosen-Miosen Tengah
Pulau
Jawa terentuk oleh rangkaian gunungapi yang berumur Oligosen-Miosen Tengah dan
Pliosen-Kuarter. Batuan penyusun terdiri atas batuan volkanik berupa breksi
piroklastik,breksi laharik, lava, batupasir volkanik tufa yang terendapkan
dalam lingkungan darat dan laut. Pembentukan deretan gunungapi berkaitan erat
dengan penunjaman lempeng samudra Hindia pada akhir Paleogen. Menurut Van
Bemmelen (1970) salah satu produk aktivitas volkanik saat itu adalah Formasi
Andesit Tua.
3.2.4.
Magmatisme Miosen Atas-Pliosen
Posisi
jalus magmatisme pada periode ini berada di sebelah utara jalur magmatisme
periode Oligosen-Miosen Tengah. Pada periode in aktivitas magmatisme tidak
terekspresikan dalam bentuk munculnya gunungapi, tetapi berupa intrusi-intrusi
seperti dike, sill dan volkanik neck. Batuannya berkomposisi andesitik.
3.2.5.
Magmatisme Kuarter
Pada
periode aktifitas kuarter ini magmatisme muncul sebagai kerucut-kerucut
gunungapi. Ada dua jalur rangkaian gunungapi yaitu : jalur utama terletak di
tengah pulau Jawa atau pada jalur utama dan jalur belakang busur. Gunungapi
pada jalur utama ersusun oleh batuan volkanik tipe toleitik, kalk alkali dan
kalk alkali kaya potasium. Sedangkan batuan volkanik yan terletak di belakan
busur utama berkomposisi shoshonitik dan ultra potasik dengan kandungan leusit.
Magmatisme
Belakang Busur Gunung Ungaran merupakan magmatisme belakang busur yang terletak
di Kota Ungaran, Jawa Tengah dengan ketinggian sekitar 2.050 meter di atas
permukaan laut. Secara geologis, Gunung Ungaran terletak di atas batuan yan
tergabung dalam Formasi batuan tersier dalam Cekungan Serayu Utara di bagian
barat dan Cekungan Kendeng di bagian utara-timur. Gunung Ungaran merupakan
rangkaian paling utara dari deretan gunungapi (volcanic lineament) Gunung Merapi-Gunung Merbabu-Gunung Ungaran.
Beberapa peneliti menyatakan bahwa fenomena itu berkaitan dengan adanya patahan
besar yan berarah utara-selatan.
Komposisi
batuan yang terdapat di Gunung Ungaran cukup bervariasi, terdiri dari basal
yang mengandung olivin, andesit piroksen, andesit hornblende dan dijumpai juga
gabro. Pada perkembangannya, Gunung Ungaran mengalami dua kali pertumbuhan,
mulanya menghasilkan batuan volkanik tipe basalt andesit pada kala Pleistosen
Bawah. Perkembangan selanjutnya pada Kala Pleistosen Tengah berubah menjadi
cenderung bersifat andesit untuk kemudian roboh. Pertumbuhan kedua mulai lagi
pada Kala Pleistosen Atas dan Holosen yang menghasilkan Gunung Ungaran kedua
dan ketiga. Saat ini Gunung Ungaran dalam kondisi dormant.
3.3. Tatanan Tektonik
Daerah Ungaran
Gunung
Ungaran selama perkembangannya mengalami ambrolan-tektonik yang diakibatkan
oleh pergeseran gaya berat karena dasarnya yang lemah. Gunung Ungaran tersebut
memperlihatkan dua angkatan pertumbuhan yang dipisahkan oleh dua kali robohan
(Zen dkk., 1983). Ungaran pertama menghasilkan batuan andesit di Kala Pliosen
Bawah, di Pliosen Tengah hasilnya lebih bersifat andesit dan berakhir dengan
robohan. Daur kedua mulai di Kala Pliosen Atas dan Holosen. Kegiatan tersebut menghasilkan
daur ungaran kedua dan ketiga.
Struktur
geologi daerah Ungaran dikontrol oleh struktur runtuhan (collapse structure)
yang memanjang dari barat hingga tenggara dari Ungaran. Batuan volkanik
penyusun pre-caldera dikontrol oleh sistem sesar yang berarah barat laut-barat
daya dan tenggara-barat daya, sedangkan batuan volkanik penyusun post-caldera
hanya terdapat sedikit struktur dimana struktur ini dikontrol oleh sistem sesar
regional (Budiardjo et al. 1997).
Gambar-3. Blok diagram
struktur volkano-tektonik Ungaran Tua (akhir Pleistosen). (Bemmelen,1943 vide
Bemmelen, 1970 dengan perubahan)
Gambar-4. Peta
Ungaran fault System dan antiklinorium utara Candi (Bemmelen, 1943 vide Bemmelen,
1970 dengan perubahan)
http://www.4shared.com/office/f3hh2Ss1ce/Geologi_Gunung_Ungaran.html
http://www.4shared.com/office/f3hh2Ss1ce/Geologi_Gunung_Ungaran.html
No comments:
Post a Comment