Monday, November 23, 2015

KONSEP HIDROGEOLOGI

KONSEP HIDROGEOLOGI

Air yang kita gunakan sehari-hari telah menjalani siklus meteorik, yaitu telah melalui proses penguapan (precipitation) dari laut, danau, maupun sungai; lalu mengalami kondensasi di atmosfer, dan kemudian menjadi hujan yang turun ke permukaan bumi. Air hujan yang turun ke permukaan bumi tersebut ada yang langsung mengalir di permukaan bumi (run off) dan ada yang meresap ke bawah permukaan bumi (infiltration).

Air yang langsung mengalir di permukaan bumi tersebut ada yang mengalir ke sungai, sebagian mengalir ke danau, dan akhirnya sampai kembali ke laut. Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:

Evaporasi  / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (presipitasi) dalam bentuk hujan, salju, es.

Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah  - Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.

Air Permukaan  - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.

Air tanah dapat diartikan sebagai air yang terkandung dalam tanah, mengisi pori atau rongga – rongga di antara tanah dan batuan. Air tanah pada umumnya berasal dari air hujan yang jatuh di permukaan kemudian terinfiltrasi ke dalam tanah yang merupakan bagian dari siklus hidrologi (Suharyadi, 1984).











Gambar 3.1. Siklus Hidrologi




















Gambar 3.2. Profil Vertikal Air Tanah

Berdasarkan sifat dan tempat terbentuknya air tanah dapat dibedakan dalam dua tipe, antara lain air tanah dangkal dan air tanah dalam.Air Tanah Dangkal / Air Tanah Bebas (Unconfined  Water) Air tanah dangkal kondisinya dalam posisi berhubungan dengan udara luar atau permukaan bumi dapat berhubungan langsung dengan air permukaan dan fluktasi yang berfariasi terdapat dalam tanah (soil) atau dalam celah batuan yang terbuka. Secara vertikal air tanah dangkal dapat digambarkan dalam dua zona yaitu zona aerasi dan zona saturasi.

Zona aerasi merupakan daerah air tanah yang mengandung sebagian air dan sebagian udara, sedangkan zona saturasi adalah bagian tanah atau batuan yang terisi penuh oleh air dibawah pengaruh tekanan hidrostatik.

3.1. Air Tanah Dalam / Air Tanah Tertekan (Confine Water, Artesian)
Air tanah dalam terdapat dalam formasi yang mengandung akuifer, tidak berhubungan langsung dengan permukaan bumi. Posisi ideal berada di antara di bawah dan di atas batuan impermeable (kedap air). Sementara itu, air yang meresap ke bawah permukaan bumi melalui dua sistem, yaitu sistem air tidak jenuh (vadous zone) dan sistem air jenuh. Sistem air jenuh adalah air bawah tanah yang terdapat pada suatu lapisan batuan dan berada pada suatu cekungan air tanah. Sistem ini dipengaruhi oleh kondisi geologi, hidrogeologi, dan gaya tektonik, serta struktur bumi yang membentuk cekungan air tanah tersebut. Air ini dapat tersimpan dan mengalir pada lapisan batuan yang kita kenal dengan akuifer (aquifer).

3.2. Kualitas Air Tanah
Kualitas air tanah dapat dipandang sebagai satu sistem yang terdiri dari tiga komponen atau subsistem yaitu material (macam tanah dan batuan) macam pengaliran (transport) dan proses perubahannya (Engelen, 1981; Suharyadi 1984). Hubungan antara ion penyusun air tanah dengan mineral menurut (Davis & De Wiest ; Suharyadi 1984) adalah sebagai berikut :
a.       Kalsium, diperoleh dari batuan endapan laut yang kaya akan mineral kalsit, dolomite, aragonite, anhydrite, gips, atau dari pelapukan batuan beku dan batuan ubahan, misalnya dari mineral apatit, wolastonit, flourit, feldspar, amfibol, piroksin dan sebagainya.
b.       Magnesium, diperoleh dari mineral dolomite, olivine, biotit, hornblende, augit, talk, serpentin, diopsit dan tremolit.
c.       Natrium diperoleh dari pelapukan mineral plagioklas, mineral lempung, nefelin, sodalit, natrolit dan glaukopan.
d.       Klorida, terutama berasal dari air laut purba yang terjebak pada waktu pengendapan terbentuk, mineral hasil evaporasi, penyusun air laut, minera sodalit, apatit, mika dan hornblende.
e.       Sulfat, diperoleh dari endapan evaporasi atau dari oksidasi mineral pirit dan gas – gas pada daerah vulkanik.
f.        Bikarbonat, karbonat berasal dari karbonat dioksida yang berada di atmosfir, tanah atau dari pelarutan batuan karbonat.

Air tanah alami hanya mengandung bahan-bahan mineral yang terlarut dari tanah di sekitarnya. Akan tetapi proses pengisian akuifer melalui air hujan, air permukaan dan sumber lain dengan cara infiltrasi, perkolasi dan dispersi, memungkinkan banyak penambahan bahan terlarut, koloid dan bahan tersuspensi lainnya yang mengakibatkan ketidakmurnian air tanah.

Bahan terlarut mempunyai ukuran dalam berbagai tingkat yang akan membentuk larutan dengan ukuran partikel mulai dari ukuran satu atom tunggal 0,2 – 0,3 m. bahan-bahan kimia yang terkandung dalam air tanah dalam bentuk terlarut, umumnya terdiri atas sebagian besar garam-garam anorganik, asam, basa yang di dalam larutan air terutama berbentuk ion-ionnya.

Sementara itu bahan-bahan kimia organik sebagian terlarut dalam air, namun sebagian terbesar tidak larut dalam air. Oleh karenanya sebagian akan lebih banyak dalam bentuk tersuspensi atau koloid (Mahida, 1995). Gabungan beberapa proses kimia dapat terjadi secara alami di dalam air tanah; seperti oksidasi dan reduksi yang diikuti oleh pengendapan dapat terjadi di dalam keadaan ionis tertentu, ion H tertentu atau suhu tertentu. Beberapa logam berat sebagai katalisator proses kimia tertentu (Darmono, 1995). Sifat fisik dan kimia memberikan petunjuk tentang berbagai kemungkinan sifat air tanah melalui bahan-bahan yang terkandung di dalamnya. Perubahan ini sangat tergantung sifat bahan itu sendiri dan kemungkinan interaksi dengan bahan lain dalam air tanah. Inilah yang menggambarkan perubahan kualitas air tanah.

Air yang kita pergunakan harus memenuhi kualitas sesuai dengan peruntukannya. Masing-masing peruntukan mempunyai baku mutu. Baku mutu untuk air minum lebih ketat daripada baku mutu untuk peruntukan yang lain, misalnya untuk industri. Air hujan mempunyai pH sedikit di bawah tujuh karena adanya CO2 yang terlarut di dalamnya dan membentuk asam lemah.

Dengan makin banyaknya pembakaran bahan bakar untuk industri dan transport, emisi oksida belerang dan nitrogen dalam udara dioksidasi berturut-turut asam Sulfat dan asam Nitrat yang merupakan asam kuat. Asam itu terbawa oleh air hujan yang jatuh ke bumi sehingga pH air hujan turun. Menurunnya pH air hujan dapat juga terjadi di luar kota karena tersebarnya
pencemaran udara oleh angin.

Di Indonesia belum ada data tentang pH hujan di luar kota. Jika hujan asam makin luas, pH sungai, danau dan tanah dapat turun, khususnya di daerah yang mempunyai kapasitas buffer yang rendah. Asidifikasi perairan mengakibatkan kerusakan biologik, yaitu tidak dapat lagi mendukung kehidupan mikroorganisme asidifikasi (French, 1996). Untuk merehabilitasinya dilakukan pengapuran perairan itu dengan biaya yang tinggi.

Pencemaran air yang sangat umum ialah oleh partikel tanah yang berasal dari erosi. Pencemaran air oleh partikel tanah nampak secara visual dari air yang berwarna coklat. Pencemaran ini mengganggu peruntukan air untuk rumah tangga. Dalam keadaan tidak ada pencemaranpun orang mendapatkan Hg ke dalam tubuhnya dari makanan. Jumlah rata-rata yang didapatkan orang dari  makanan ialah 0,07 mg/minggu. Air yang digunakan untuk memenuhi peruntukan tertentu memerlukan persyaratan tertentu agar penggunaannya tidak menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Air mempunyai peranan penting dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Peruntukan air minum bagi masyarakat menurut persyaratan yang tinggi karena menyangkut kehidupan manusia secara langsung tanpa peluang terjadinya penguraian atau pengurangan kadar bahan yang membahayakan. Ada dua macam akibat yang dapat terjadi kalau kendala tersebut dilewati yaitu akibat yang segera tampak (akut) dan akibat yang secara pelan-pelan penampakannya berjalan dalam waktu yang lama (kronis). Pada tahun 1990 Presiden RI menetapkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 tahun 1990 tentang pengendalian pencemaran air yang disebut sebagai PP RI No. 20 tahun 1990. Dalam pasal 1 ayat 4 disebutkan bahwa baku mutu air adalah batas atau kadar jasad renik, zat, energi atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemaran yang ditenggang keberadaannya pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukannya. Penggolongan air sesuai dengan peruntukannya adalah sebagai berikut :
a.       Golongan A   :    Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu.
b.       Golongan B  :    Air yang dapat digunakan sebagai air baku untuk air minum.
c.       Golongan C  :    Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan.
d.       Golongan D  :  Air yang digunakan untuk keperluan pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit listrik tenaga air.
















  




Tabel 3.1.  Parameter mutu air dan metode yang digunakan

3.3. Intrusi Air Laut
Daerah pantai adalah daratan yang berbatasan langsung dengan lautan. Pada umumnya airtanah pada daerah pantai terpengaruh oleh intrusi air laut. Intrusi adalah proses masuknya air laut ke daratan. Proses intrusi makin panjang bisa dilakukan pengambilan airtanah dalam jumlah berlebihan. Bila intrusi sudah masuk pada sumur, maka sumur akan menjadi asing sehingga tidak dapat lagi dipakai untuk keperluan sehari-hari.






  











Gambar 3.4. Zona Intrusi Air Laut

Akuifer di dataran pantai adalah sumber airtanah yang baik, walaupun dengan resiko penyusupan/intrusi air laut. Air tawar dan air asin (air laut) adalah dua fluida dengan densitas (berat jenis) yang berbeda. Jika kedua jenis air ini kontak di dalam tanah, akan terbentuk suatu zona dengan densitas yang bercampur dan berubah secara bertahap dari air tawar ke air asin. Walaupun begitu, pada kondisi tertentu zona ini relatif kecil (misalnya jika dibandingkan dengan tebal akuifer) sehingga dapat dianggap sebagai suatu bidang batas yang jelas seperti halnya dengan muka airtanah. Zona kontak antara air tawar dan air asin ini selanjutnya disebut interface.

Pada Gambar 3.3  diperlihatkan kondisi interface air tawar dan air asin pada penampang tipikal akuifer di daerah pantai. Pada kondisi yang belum terganggu pada daerah akuifer dataran pantai, kesetimbangan dapat dipertahankan, dengan interface yang stabil yang membagi air asin dengan air tawar di atasnya. Pada setiap titik di interface ini, elevasi dan kemiringan interface ditentukan oleh potensial air tawar dan gradiennya (atau kecepatan pengaliran).














Gambar 3.4 . batas muka air tawar- air asin (interface)  pada akuifer di daerah pantai

Jika terjadi pengambilan air yang berlebihan dan tidak terkontrol pada akuifer pantai ini, maka mengakibatkan turunnya muka airtanah. Kesetimbangan baru akan terbentuk dengan naiknya atau bergeraknya interface air laut ke arah dataran. Jika pemompaan diteruskan, suatu saat muka interface air asin akan mencapai sumur.










Gambar 3.5. Intrusi Air Laut Sebelum dan Sesudah Pemompaan

Dipandang dari sudut pertanian dan perikanan, serta industri, zona pantai merupakan kawasan yang berpotensi ekonomi tinggi. Bagi kepentingan pertanian dan perikanan, zona pantai merupakan pensuplai air asin dan kemudian bercampur  dnegan air tawar yang dapat menjadikan media tumbuh yang baik bagi udang maupun kegiatan marikultur yang lainnya. Sedangkan bagi kegiatan industri, zona pantai meruapakan areal yang menguntungkan bagi masalah transportasinya, disamping pembuangan air tawar limbah. Zona  perairan pantai mendapat pemberian air tawar  dari muara yang memuntahkan air beserta material dari daerah aliran sungai muolai dari sekitar hulu.

Dipihak dataran zona pantai dihadapan pada masalah serius akan kekuarangan air tawar, terutama pada areal yang tidak memiliki penyangga terhadap meluasnya instrusi air asin bawah tanah. Sementara itu  dengan perkembangna penduduk dan industri yang cepat mengakibatkan peningkatan konsumsi air. Oleh karena itu upaya hidrologi dalam pengololaan zona pantia yang mempunyai kondisi kemiringan akuifer seperti telah diuraikan di atas yang mengakibatkan adnya instrusi air laut akan menjadi penting artinya.

Pada tahun 1889 Badon Gkihben (Belanda) dan Herzberf 1901 (Jerman) dalam Linsley, R. 1986 telah menguraikan hubungan antara permukaan air tanah dan kedalaman lensa-lensa air tawar yang diliputi oleh air asin. Selain dari itu ekduanya telah menyelidiki pula  intrusi air laut ke dalam ekuifer dari zona pantai. Hasil penyeleidikannya beruapa ukuran yang aman bagi eksploitasi air yang memenuhi syarat keseimbangan lingkungan, seperti akan dibahas berikut ini.

Potensi air tanh tergantung pada curah hujan, tingkat infiltrasi, dan sifat lapisan pembawa air tanah. Untuk menjagag kestabilan air tanah, maka dalam eksploitasi dapat dipakai ukuran atau nilai yang aman (safeyield) oleh Meizen dalam Lilnsley, R. 1986 yang diartikan sebagai suatu nilai batas pengambilan air tanah tanpa merusak keseimbangan air tanah jauh di bawah nilai ambang terjadinya instrusi air laut ke dalam air tanah.  Pencapaian nilai ambang ini mudah terjadi di daerah pantai, delta dan pulau.

Di zona pantai pemompaan air tanah harus memperhatikan dengan teliti terutama dalam memperhitungkan segala aspek yang dapat menyebabkan menyusupnya air laut ke dalam air tanah. Untuk mengatasi hal tersebut, control dan pengawasan terhadap pemakaian air di zona pantai harus sesuai dengan hukum keseimbangan air tanah. Kondisi dan kedudukan air tanah di zona pantai dapat ditunjukkan oleh keseimbangan “Ghyben-Herzberg” seperti terlihat pada Gambar  3.6.  yang menunjukkan bahwa hanya 1/40 bagian dari air tanah yang dapat diambil untuk menjaga keseimbangannya. Hal ini dapat dihitung menurut persamaan :




Dimana :
S = berat jenis air laut
f = berat jenis air tawar
h= tinggi air tawar di atas air laut
33
bilas s= 1,025 gr / cm dan f = 1,000 gr / cm
maka H = 40 h
H= Nilai perbandingan antara air tawar di bawah permukaan laut dengan tinggi air
tanah di atas permukaan air laut.












Gambar 3.6.  Hubungan kedudukan air tanah dengan air laut (Linsley, R. 1986).

Sedangkan perbandingan antara kedudukan air tanah sebelum dan sesudah pemompaan ditunjukkan pada Gambar 3.7.











Gambar 3.7. Kedudukan air tanah sesudah dilakukan pemompaan  (Linsley, R. 1986)
 3.4. 1. Teori Pemodelan
Model adalah penyederhanaan sistem di alam yang dapat digunakan untuk memudahkan pengambilan keputusan (suratmo, 2002). Menurut Soedijono (1995), model merupakan gambaran suatu obyek yang disusun dengan tujuan mengenali perilaku obyek  dengan cara mencari keterkaitan antara unsur-unsurnya, mengadakan pendugaan untuk memperbaiki keadaan obyek serta untuk mengadakan optimisasi obyek. Fungsi suatu model adalah menggambarkan semirip mungkin keadaan obyek yang diamati sesuai dengan tujuan penyusunan model. Melalui model orang dapat mengadakan percobaan terhadap model tanpa mengganggu obyek dan dapat membuat gambaran masa depan.

Muhammadi dkk (2001), mengelompokkan model menjadi model ikonik, model kuantitatif dan model kualitatif. Model ikonik adalah model yang mempunyai bentuk fisik sama dengan barang yang ditirukan, meskipun skalanya dapat diperbesar atau diperkecil, sehingga dapat diadakan percobaan untuk mengetahui gejala atau proses yang ditirukan (Eriyatno, 1998; Winardi, 1999; Muhammadi dkk., 2001). Model kuantitatif adalah model berbentuk rumus matematika dan statistik, sedangkan model kualitatif atau model analog adalah model berbentuk gambar atau diagram yang pada umumnya meminjam sistem lain yang mempunyai sifat sama dengan obyek. Model kualitatif atau analog dapat lebih menampilkan sifat dinamik obyeknya.

Dewasa ini model yang paling banyak dikembangkan adalah model prediksi, yang secara umum  dapat yang dapat dibagi menjadi empat kategori utama (Heyuda Rachmat dkk 1985, Gatot dan Lilik, 1988), yaitu :
1.       Model Aliran (flow model)
Model aliran memanfaatkan parameter akuiferm kondisi batas dan parameter dari campur tangan manusia dalam memecahkan persamaan matematik untuk penentuan aspek kuantatif aliran airtanah, misalnya arah debit aliran, perubahan tinggi air, interaksi sungai-akuifer, neraca air tanah dan efek-efek sumur yang mempengaruhinya. Model ini sering digunakan untuk mensimulasikan aliran dalam akuifer.

2.       Model deformasi atau amblasan (deformation model)
Model ini mensimulasikan gejala penurunan muka air tanah yang disebabkan oleh pemompaan air tanah yang berlebihan. Model ini dibutuhkan untuk memprediksi dampak negatif dari pemompaan air tanah pada suatu daerah yang berhubungan dengan deformasi.

3.       Model transportasi massa (mass transport model)
Model transpotasi massa berkaitan dengan kualitas air tanah. Model ini dapat digunakan untuk memprediksi pergerakan, penebaran dan konsentrasi pollutan dalam akuifer.
4.       Model transportasi panas (heat transport model)

Model transpotasi panas menghubungkan aliran panas dan air atau uap dalam masalah-masalah pembentukan energi panas bumi. Dalam penyelesaian masalah intrusi air laut ini kita dapat menggunakan pendekatan model deformasi dan transpotasi massa.

http://www.4shared.com/office/Zt_0vd1Cba/Konsep-Hidrogeologi.html

Sunday, November 22, 2015

STRATIGRAFI

PENGERTIAN STRATIGRAFI


1.       Penjelasan Umum
Stratigrafi dalam arti luas adalah ilmu yang membahas aturan, hubungan dan kejadian (genesa) macam-macam batuan di alam dengan ruang dan waktu, sedangkan dalam arti sempit ialah ilmu pemerian batuan (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).

Pengolongan stratigrafi ialah pengelompokan bersistem batuan menurut berbagai cara, untuk mempermudah pemerian aturan dan hubungan batuan yang satu terhadap lainnya. Kelompok bersistem tersebut di atas dikenal sebagai Satuan Stratigrafi (Sandi Startigrafi Indonesia, 1996).

Batas satuan stratigrafi ditentukan sesuai dengan batas penyebaran ciri satuan tersebut sebagaimana didefinisikan Batas satuan Stratigrafi jenis tertentu tidak harus berhimpit dengan batas satuan satuan stratigrafi jenis lain, bahkan dapat memotong satu sama lain (Sandi Startigrafi Indonesia, 1996). Unit Stratigrafi terdiri dari 2 kategori (North American Stratigraphic Codes, 1983) yaitu:

1.   Kategori yang berdasar atas kandungan Material (Content of starta) atau Batas-batas fisika suatu perlapisan.
a.       Unit Litostratigrafi.
b.       Unit Litodemik.
c.       Unit Magnetopolariti.
d.       Unit Biostratigrafi.
e.       Unit Pedostratigrafi.
f.        Unit Allostratigrafi

2.    Kategori yang berhubungan dengan umur geologi
2.1. Kategori Matrial
a.       Unit Kronastratigrafi.
b.       Unit Polariti-Kronostratigrafi

2.2. Kategori Non-Material
a.       Unit Geokronologi.
b.       Unit Polariti-Geokronologi.
c.       Unit Diakronik.
d.       Unit Geokronometrik.

3.   Korelasi Unit Stratigrafi
Korelasi adalah sebuah bagian fundamental dari stratigrafi, dan lebih lagi merupakan usaha dari stratigraphers dalam membuat unit stratigrafi yang formal yang mengarah pada penemuan praktis dan metode yang dapat dipercaya untuk korelasi unit ini dari suatu area dengan lainnya (Boggs, 1987).

Dalam korelasi stratigrafi, pemahaman kita tentang korelasi sangat dipengaruhi oleh prinsip dasar, konsep baru dan peralatan analisa (analytical tools) sehingga bisa dihasilkan metode baru dalam korelasi.

3.1. Definisi dan Prinsip Korelasi
Korelasi ialah penghubungan titik-titik kesamaan waktu atau penghubungan satuan-satuan stratigrafi dengan mempertimbangkan kesamaan waktu (Sandi Startigrafi Indonesia, 1996).
Menurut North American Stratigrafi Code (1983) ada tiga macam prinsip dari korelasi:
a.       Lithokorelasi, yang menghubungkan unit yang sama lithologi dan posisi stratigrafinya.
b.       Biokorelasi, yang secara cepat menyamakan fosil dan posisi biostratigrafinya.
c.       Kronokorelasi, yang secara cepat menyesuaikan umur dan posisi kronostratigrafi.

Korelasi dapat dipandang sebagai suatu yang langsung (direct)(formal) ataupun tidak langsung (indirect) (informal) (B.R.Shaw,1982). Korelasi langsung adalah korelasi yang tidak dapat dipungkiri secara fisik dan tegas. Pelacakan secara fisik dari kemenerusan unit stratigrafi adalah hanya metode yang tepat untuk menunjukkan persesuaian dari sebuah unit dalam suatu lokal dengan unit itu di lokal lain.

Korelasi tidak langsung dapat menjadi tidak dipungkiri oleh metode numerik seperti contoh pembandingan secara visual  dari instrumen well logs, rekaman pembalikan polaritas,atau kumpulan fosil; meskipun demikian, seperti pembandingan mempunyai perbedaan derajat reabilitas dan tidak pernah secara keseluruhan tegas (tidak meragukan).

Tabel-1. Hubungan dari Korelasi Langsung, Korelasi Tidak Langsung dan Matching
Correlation
Formal
Physical tracing of stratigraphic unit
Indirect
Arbitary
Systematical
Visual comparisons
Monothetic
Polythetic
Numeric Equivalence
Statistical Equivalence
Matching
Comparisons of nonstrtigraphic units

Lithokorelasi merupakan metode yang digunakan untuk korelasi strata (lapisan) dengan dasar lithologi.
Pelacakan Kemenerusan Lateral dari Unit Litostratigrafi. Pelacakan kemenerusan secara langsung dari sebuah unit lithostratografi dari suatu local ke local lain adalah satunya metode korelasi yang dapat menetapkan kesamaan dari sebuah unit tanpa keraguan.

Metode korelasi ini dapat digunakan hanya jika lapisan secara menerus atau mendekati menerus tersingkap. Jika singkapan dari lapisan tersela oleh daerah yang luas yang tertutup tanah dan vegetasi lebat, atau lapisan terhenti oleh erosi, atau dipotong lembah yang besar, atau tersesarkan, penelusuran secara fisik  pada lapisan menjadi tidak mungkin. Dalam keadaan itu, teknik korelasi lainnya (tidak langsung) harus digunakan (Boggs, 1987).

3.2. Kesamaan Litologi dan Posisi Stratigrafi
Pelacakan lateral secara langsung dari unit startigrafi dapat menjadi tidak berhasil diselesaikan dalam sebuah area yang sangat besar dikarenakan oleh ketidak menerusan singkapan. Geologist bekerja pada suatu area harus mempercayai korelasi unit lithostratigrafi dengan metode yang meliputi matching lapisan  dari suatu area ke lainya dengan dasar kesamaan lithologi dan posisi stratigrafi (Boggs, 1987).

Persamaan litologi dapat tidak dipungkiri atas dasar suatu macam properties batuan. Meliputi gross lithology (batupasir,serpih, atau batugamping, sebagi contoh), warna, kelompok mineral berat atau kelompok mineral khusus, struktur sedimen utama seperti perlapisan dan laminasi silang-siur, dan ketebalan rata-rata, dan  karakteristik pelapukan. Lebih banyak macam properties yang dapat dipakai untuk menetapakan sebuah kesuaian antar strata maka semakin kuat kemungkinan menuju sebuah kesesuaian yang benar (Boggs, 1987).

Penyesuaian lapisan dengan dasar lithologi merupakan tidak sebuah garansi atas kebenaran dari korelasi. Lapisan dengan karakteristik litologi yang sangat sama dapat terbentuk dalam lingkungan pengendapan yang sama dengan luas dipisahkan dalam waktu (time) atau tempat (space) (Boggs, 1987). Selain atas dasar kesamaan litologi, Individual formasi dapat dikorelasikan juga oleh posisi dalam sikuennya (Boggs, 1987).

3.3. Korelasi Dengan Instrumen Well Logs
Log adalah suatu terminologi yang secara original mengacu pada hubungan nilai dengan kedalaman, yang diambil dari pengamatan kembali (mudlog). Sekarang itu diambil sebagai suatu pernyataan untuk semua pengukuran kedalam lubang sumur (Mastoadji, 2007). Secara prinsip pengunaan dari  well logs adalah untuk:
a.       Penentuan lithologi.
b.       Korelasi stratigrafi.
c.       Evaluasi fluida dalam formasi.
d.       Penentuan porositas.
e.       Korelasi dengan data seismic.
f.        Lokasi dari faults and fractures.
g.       Penentuan dip dari strata

Syarat untuk dapat dilakukannya korelasi well logs antara lain adalah :
a.       Deepest.
b.       Thickest.
c.       Sedikit gangguan struktur (unfaulted).
d.       Minimal ada 2 data well log pada daerah pengamatan

Pada sikeun sand-shale yang tebal, itu mungkin menjadi petunjuk kecil dari  bentuk kurva untuk zona batuan untuk korelasi zona. Regional dip superimposed pada cross section sumur akan membantu. Unit pasir yang individual mungkin akan tidak menerus sepanjang lintasan, tetapi garis korelasi memberikan petunjuk tentang possible time sikuen stratigrafi (Crain, 2008).

3.4. Korelasi Batupasir
Sequence Boundary (SB) merupakan batas atas dan bawah satuan sikuen stratigrafi adalah bidang ketidak selarasan atau bidang-bidang keselarasan padanannya (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996). Maximum flooding surface teridentifikasi oleh adanya maximum landward onlap dari lapiasan marine pada batas basin dan mencerminkan kenaikan maksimum secara relatif dari sea level (Armentout, 1991).

  

Gambar-2 Kandidat Sequence Boundary (SB) dan Maximum Flooding Surface (MSF) (Possamentier & Allen 1999)

Untuk sikeun stratigrafi, biasanya dipakai Sequence Boundary (SB) dan Maximum Flooding Surface (MSF) untuk korelasi. Hal ini dikarenakan pelamparan SB dan MSF yang luas. Sequence Boundary (SB) dan Maximum Flooding Surface (MFS) ini menandakan suatu proses perubahan muka air laut yang terjadi secara global. Sehingga Sequence Boundary (SB) dan Maximum Flooding Surface (MFS) ini sering digunakan untuk korelasi antar sumur. Dari data Well logs, adanya Sequence Boundary (SB) biasanya ditandai dengan adanya perubahan secara tiba-tiba dari Coarsening Upward menjadi Fineing Upward atau sebalikknya. Sedangkan Maximum Flooding Surface (MFS) dari data log ditunjukkan dari adanya akumulasi shale yang banyak, dan MSF merupakan amplitude dari log yang daerah shale.




















Gambar-3. Stratigraphic correlation of CSDP well Yaxcopoil-1 and PEMEX wells of the northern Yucatan Peninsula. Mesozoic are based on lithology, correlative fossil zones, and electric-log characteristics. (modified from Ward et al. 1995).

http://www.4shared.com/office/1gyffm6Oce/Pengertian_Stratigrafi.html